Fondrako, Hukum Adat Masyarakat Nias yang Mulai Ditinggalkan

Posted on

Masyarakat Nias, yang mendiami Pulau Nias di lepas pantai barat Sumatera Utara, adalah kelompok etnis dengan kekayaan budaya, tradisi, dan sejarah yang sangat menarik. Pulau Nias sendiri merupakan salah satu pulau terbesar di wilayah barat Indonesia. Suku Nias telah menghuni pulau ini selama ribuan tahun, dan selama itu, mereka telah mengembangkan budaya dan tradisi yang unik dan kaya. Tradisi ini telah diwariskan dari generasi ke generasi, membentuk identitas masyarakat Nias yang kuat dan berbeda dari kelompok etnis lainnya di Indonesia. Fondrako

Beberapa tradisi tersebut ada kaitannya dengan pemujaan leluhur sebelum masuknya pengaruh agama Kristen, namun sebagian besar adat istiadat tersebut kini sudah punah. Seiring dengan modernisasi masyarakat Nias, tradisi-tradisi lain seperti perbudakan dan pengayauan juga ditinggalkan. Namun banyak adat istiadat Nias seperti lompat batu, pernikahan, serta tarian dan musik tradisional masih dilestarikan dan menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Nias. Hukum Adat Nias dikenal dengan “Fondrakö”, dengan tujuan mengatur kehidupan masyarakat Nias dan memberikan sanksi berupa kutukan bagi yang melanggarnya. Fondrakõ merupakan forum untuk mempertimbangkan, menetapkan, dan meratifikasi adat dan hukum. Mereka yang mengikuti Fondrako diberkati, dan mereka yang melanggarnya dikutuk dan dihukum.

Dikutip dari situs Warisan Budaya Kemdikbud, Fondrakö (baca fondrake) dapat diartikan musyawarah pemuka adat Nias yang menjadi forum pembahasan dan pengesahan hukum adat baru atau Fondrakö baru. Fondrakö didefinisikan sebagai penetapan hukum adat baru yang disahkan dengan berkah bagi yang menaati dan kutukan untuk para pelanggar aturan adat oleh Ere atau imam/pandita agama Nias kuno. Pada prinsipnya Fondrakö yang tidak tertulis ini berasaskan pada lima nilai dasar dalam masyarakat Nias yaitu fo’adu (perbuatan baik), fangaso (kekayaan yang berhubungan dengan mata pencarian), fo’olo-olo hao-hao (sopan santun), fabarahao (tata pemerintahan dan stratifikasi sosial) dan bowö masimasi (adil dan saling mengasihi) sebagai asas penegakan hukum adat yang mengikat sekaligus menjamin hak-hak anggota masyarakat atas hak kepemilikan, kekayaan, kehormatan dan keselamatan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *